Kasus Viral Tagihan Rp16 Juta di Labuan Bajo: Fakta, Klarifikasi, dan Hasil Penelusuran Resmi
Viral Tagihan Rp16 Juta di Labuan Bajo: Kronologi, Klarifikasi, dan Fakta Resmi dari Pemerintah
Kasus dugaan “getok harga” yang viral di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, menjadi sorotan publik setelah rombongan dari Asosiasi Travel Agent Indonesia (ASTINDO) mengunggah keluhan di media sosial mengenai tagihan makan malam senilai sekitar Rp16 juta. Kejadian ini terjadi di salah satu lapak seafood kawasan Kampung Ujung, Labuan Bajo, yang dikenal sebagai pusat kuliner tepi pantai.
Viralnya keluhan ini memicu beragam reaksi masyarakat dan wisatawan. Banyak yang menilai harga tersebut tidak wajar, sementara sebagian lain meminta agar kasus ini dilihat secara objektif dengan menunggu klarifikasi dari pedagang maupun pemerintah daerah.
Kronologi Awal: Keluhan Rombongan Travel Agent
Menurut laporan dari berbagai media, rombongan ASTINDO yang berjumlah sekitar 26 hingga 32 orang mengaku terkejut saat menerima nota pembayaran sebesar Rp15,8 juta termasuk PPN. Mereka menilai harga tersebut terlalu tinggi untuk porsi makanan yang disajikan, kemudian menyampaikan keluhan melalui media sosial dan kepada pihak pemerintah daerah.
Unggahan foto nota dan rincian pesanan menjadi viral. Kasus ini cepat menyebar karena Labuan Bajo merupakan destinasi wisata prioritas nasional dan sering dikunjungi wisatawan mancanegara maupun domestik
Klarifikasi dari Pedagang SeafoodPedagang berinisial “YY” yang disebut dalam kasus tersebut memberikan bantahan keras. Dalam wawancara dengan beberapa media, YY menegaskan bahwa dirinya tidak melakukan praktik “getok harga”. Ia menjelaskan bahwa harga yang dikenakan sudah sesuai daftar harga yang tersedia di lapaknya dan disepakati sebelum makanan disajikan.
Menurut keterangan YY, tagihan sebesar Rp15,8 juta mencakup berbagai jenis seafood dengan harga jual mengikuti harga pasar di Labuan Bajo. Ia juga menyebut harga bahan baku di Labuan Bajo memang tinggi karena biaya pengambilan dari pengepul.
YY merinci bahwa harga kepiting dari nelayan sekitar Rp350.000 per kilogram, ikan ekspor seperti kerapu sekitar Rp300.000 per kilogram, dan lobster bisa mencapai Rp700.000 per kilogram.
“Kalau mau harga murah, tidak bisa di Labuan Bajo. Harga laut di sini tinggi karena beli dari pengepul juga mahal,” ungkapnya.
Rincian Tagihan Makan Malam
Nota tulis tangan yang menjadi sorotan publik memuat daftar menu berikut:
- 11 porsi kepiting asam manis: Rp3.398.000
- 6 porsi lobster steam: Rp2.807.000
- 6 porsi ikan kuah: Rp2.285.000
- 8 porsi ikan bakar: Rp2.022.000
- 10 bakul nasi putih: Rp1.000.000
- Tambahan minuman seperti es jeruk, teh, dan kelapa muda juga tercantum dalam nota.
YY menegaskan, seluruh pesanan telah disiapkan sesuai permintaan rombongan dan ditimbang di depan pelanggan. Ia juga mengaku sudah menurunkan total tagihan menjadi sekitar Rp14,3 juta yang dibayar dalam dua kali transfer.
Langkah Pemerintah dan Penelusuran Resmi
Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, melalui Dinas Ketenagakerjaan, Transmigrasi, Koperasi dan UMKM (Disnakertranskop UMKM), segera menindaklanjuti laporan tersebut. Petugas mendatangi lokasi, memeriksa daftar harga, serta meminta klarifikasi dari pedagang.
Dalam hasil pemeriksaan, pedagang terbukti telah menyediakan daftar harga dan menimbang bahan makanan di hadapan pembeli. Dari sisi administrasi dan transparansi, tidak ditemukan unsur penipuan atau pelanggaran berat.
“Pedagang sudah menyiapkan daftar harga dan timbangan yang digunakan. Jadi tidak bisa serta-merta disebut getok harga,” jelas perwakilan dinas.
Pandangan dari Rombongan Wisata
Pihak ASTINDO menilai bahwa kasus ini tidak hanya tentang harga, tetapi juga tentang transparansi dan pelayanan di destinasi wisata unggulan. Mereka berharap agar wisatawan domestik mendapat perlakuan yang sama dengan wisatawan asing.
Rombongan juga menyoroti nota yang ditulis tangan dan harga yang dinilai tidak sepadan, sehingga memunculkan kesan kurang transparan.
Dampak terhadap Citra Pariwisata Labuan Bajo
Kasus ini menjadi perhatian nasional karena menyangkut citra Labuan Bajo sebagai destinasi wisata super prioritas. Banyak pihak menilai bahwa kejadian ini harus dijadikan pelajaran agar semua pelaku usaha di sektor pariwisata lebih terbuka dalam menentukan harga.
Bagi pedagang, kejelasan harga dan pelayanan ramah adalah kunci menjaga kepercayaan wisatawan. Bagi wisatawan, penting untuk meminta daftar harga dan nota resmi sebelum transaksi.
“Kalau sudah ada daftar harga dan timbangan, maka tidak bisa dikatakan getok harga. Tapi citra wisata memang harus dijaga,” ujar pejabat dinas setempat.
Refleksi: Pentingnya Kejelasan dan Kepercayaan
Kasus viral ini menunjukkan bahwa isu harga dalam dunia pariwisata tidak bisa dipandang sebelah mata. Persoalan nominal seringkali berujung pada persoalan kepercayaan.
Di satu sisi, pedagang merasa sudah mengikuti aturan dan kondisi pasar lokal. Di sisi lain, wisatawan berharap ada standar layanan dan harga yang lebih mudah dipahami.
Kedua pihak sebenarnya memiliki kepentingan yang sama: menjaga nama baik Labuan Bajo. Dengan komunikasi terbuka dan transparansi harga, polemik seperti ini dapat dihindari.
Pemerintah daerah juga menegaskan komitmennya untuk terus membina pelaku UMKM agar profesional dan kompetitif, tanpa menimbulkan kesan negatif terhadap wisatawan.
Labuan Bajo tetap menjadi salah satu permata pariwisata Indonesia indah, menawan, dan kini diharapkan semakin transparan bagi semua pengunjung.

Komentar
Posting Komentar