Jangkar Kapal Wisata Rusak Terumbu Karang di Labuan Bajo


Labuan Bajo, NTT — Kerusakan ekosistem laut kembali mencoreng wajah pariwisata bahari Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat. Sebuah kapal wisata yang diduga KM. Maika dilaporkan merusak terumbu karang di lokasi penyelaman Sebayur Kecil, kawasan perairan Taman Nasional Komodo (TNK), pada Minggu (26/10/2025).


Menurut laporan yang dilansir Detik.com (27/10/2025), insiden tersebut menyebabkan kerusakan pada hamparan karang sejauh sekitar 10 meter di kedalaman 5–7 meter. Video amatir yang beredar memperlihatkan tali jangkar menyeret dasar laut dan menghancurkan sejumlah koloni karang keras di lokasi tersebut.

Kronologi Insiden


Dikutip dari laporan Persatuan Pemandu dan Penggiat Konservasi Manggarai Barat (P3KOM) yang diunggah melalui media sosial dan dikonfirmasi oleh Labuan Bajo Voice, kejadian bermula ketika kapal wisata membawa sekelompok wisatawan domestik dan asing untuk snorkeling di Sebayur Kecil.


Nahkoda kapal disebut menurunkan jangkar terlalu dekat dengan area karang. Saat arus laut bergeser, tali jangkar menyeret dasar laut dan memecahkan karang di sekitarnya. “Kami menemukan area rusak sepanjang hampir sepuluh meter. Karang patah, dan beberapa bagian sudah tertimbun pasir,” ujar salah satu anggota P3KOM yang ikut melakukan dokumentasi bawah laut.


Masih menurut laporan yang dilansir MPNIndonesia.com, insiden tersebut bukan kali pertama terjadi di perairan Labuan Bajo. Dalam dua tahun terakhir, sudah lebih dari lima kasus kerusakan karang akibat jangkar kapal wisata dilaporkan oleh komunitas penyelam.

Respon Otoritas dan Proses Pemeriksaan

Menindaklanjuti laporan masyarakat, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Labuan Bajo melakukan penyelidikan terhadap kapal yang diduga terlibat. Kepala KSOP, seperti dikutip dari Detik.com, menyebut bahwa pihaknya telah memanggil nahkoda dan awak kapal untuk dimintai keterangan.


“Sudah kami periksa nahkodanya. Kami sedang memverifikasi posisi kapal dan status izinnya,” kata Kepala KSOP Labuan Bajo kepada wartawan, Senin (27/10/2025).


Otoritas juga menegaskan, apabila terbukti bersalah, nakhoda maupun pemilik kapal dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.


Sementara itu, Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) bersama Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) telah menurunkan tim survei untuk menilai tingkat kerusakan. “Kami meninjau langsung lokasi dan memastikan langkah pemulihan segera dilakukan,” ujar perwakilan BTNK dikutip dari Labuan Bajo Voice.

Kerusakan yang Mengkhawatirkan


Kerusakan terumbu karang di Sebayur Kecil menjadi sorotan banyak pihak karena kawasan itu termasuk zona wisata unggulan TN Komodo. Ribuan penyelam dan wisatawan setiap tahun mengunjungi lokasi tersebut untuk menikmati keindahan bawah lautnya yang kaya biota laut.


Dilansir Travel.Detik.com, Sebayur Kecil dikenal memiliki ragam karang keras dan lunak serta menjadi habitat bagi ikan badut, kerapu, dan penyu hijau. Namun, akibat tarikan jangkar, sebagian karang tampak patah dan tertimbun pasir.


Ahli biologi laut dari Universitas Nusa Cendana, Dr. M. Sondang, menjelaskan bahwa proses regenerasi terumbu karang memerlukan waktu lama. “Kerusakan sekecil apa pun di area karang bisa berdampak besar terhadap ekosistem laut. Karang tumbuh sangat lambat, dan kerusakan akibat jangkar bisa memakan waktu puluhan tahun untuk pulih,” ujarnya kepada Murianews.com.


Selain fungsi ekologis, terumbu karang juga memiliki nilai ekonomi penting. Ia menjadi penyangga utama pariwisata bahari yang menopang ribuan mata pencaharian masyarakat pesisir.

Minimnya Kesadaran dan Pengawasan


Kasus ini memperlihatkan masih rendahnya kesadaran pelaku wisata terhadap pentingnya perlindungan lingkungan laut. Banyak kapal wisata di Labuan Bajo yang belum menggunakan mooring buoy atau sistem tambat apung yang ramah karang.


Ketua P3KOM, dikutip dari Facebook Mongabay Indonesia, menilai lemahnya penegakan hukum menjadi penyebab utama kasus serupa terus berulang. “Sudah berkali-kali terjadi, tapi tidak ada sanksi tegas. Kapal cukup ganti nama dan kembali beroperasi. Ini harus dihentikan,” ujarnya.


Ia menegaskan bahwa perlu ada sinergi antara pemerintah daerah, pengelola kawasan konservasi, dan pelaku wisata. Tanpa itu, ancaman terhadap ekosistem laut Labuan Bajo akan semakin besar.

Dampak Terhadap Pariwisata Bahari Labuan Bajo


Kerusakan karang di Sebayur Kecil bukan hanya persoalan lingkungan, tetapi juga berdampak pada ekonomi pariwisata lokal. Labuan Bajo selama ini menjadi destinasi super prioritas nasional dan pintu gerbang wisata bahari Indonesia Timur.


Menurut pengamat pariwisata Yulianus Bata yang dikutip dari Labuan Bajo Voice, keberlanjutan pariwisata Labuan Bajo sangat bergantung pada kondisi laut. “Wisata bawah laut adalah daya tarik utama. Kalau karangnya rusak, wisatawan bisa berpindah ke destinasi lain seperti Raja Ampat atau Wakatobi,” ujarnya.


Selain itu, kerusakan ekosistem juga mengancam ekonomi masyarakat pesisir yang menggantungkan hidup dari jasa wisata, seperti penyewaan kapal, pemandu selam, dan penginapan lokal.

Langkah Pemulihan dan Pencegahan


Untuk memulihkan kondisi karang yang rusak, tim P3KOM dan BTNK berencana melakukan rehabilitasi terumbu karang melalui program transplantasi. Upaya ini akan dibarengi dengan sosialisasi kepada operator kapal mengenai teknik tambat yang aman.


“Ke depan, kami mendorong semua kapal wisata di Labuan Bajo menggunakan mooring buoy. Kami juga akan memperbanyak titik tambat di sekitar lokasi wisata,” ujar pejabat BPOLBF yang dikutip dari MPNIndonesia.com.


Selain itu, pemerintah daerah bersama komunitas selam akan membuat peta zona aman untuk kegiatan berlabuh, agar kapal tidak lagi menjatuhkan jangkar di area konservasi.

Ajakan untuk Bersama Menjaga Laut


Kasus jangkar kapal yang merusak terumbu karang di Sebayur Kecil menjadi pelajaran penting tentang bagaimana aktivitas wisata yang tak terkendali dapat menghancurkan aset alam yang menjadi tumpuan ekonomi daerah.


“Laut bukan hanya milik kita hari ini, tapi juga warisan untuk generasi berikutnya,” kata perwakilan P3KOM dalam pernyataan resminya. “Jika kita tidak disiplin menjaga laut, Labuan Bajo hanya akan tinggal nama.”


Pemerintah, pelaku wisata, dan masyarakat diharapkan dapat bekerja sama menerapkan prinsip wisata berkelanjutan (sustainable tourism) yang menyeimbangkan ekonomi, sosial, dan lingkungan.





Kerusakan terumbu karang di Sebayur Kecil akibat jangkar kapal wisata menjadi peringatan keras bahwa pengelolaan pariwisata bahari tidak bisa hanya berfokus pada jumlah wisatawan. Perlindungan ekosistem laut adalah investasi jangka panjang bagi keberlanjutan ekonomi dan reputasi Labuan Bajo sebagai destinasi unggulan Indonesia.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Inosentius Samsul: 35 Tahun di DPR Hingga Jadi Hakim Mahkamah Konstitusi

PPPK Paruh Waktu Diangkat Menjadi Penuh Waktu: Desakan DPR dan DPD RI ke Pemerintah untuk Segera Bertindak

Cara Cek PKH dan PIP 2025 Lewat HP: Panduan Lengkap, Mudah, dan Resmi

Permata Tersembunyi di Manggarai Barat: Menjelajahi Air Terjun Cunca Polo

Bangga! Uskup Paskalis Bruno Syukur OFM Terpilih Jadi Anggota Penting Dikasteri Hidup Bakti Hingga 2029