80.081 Koperasi Desa Merah Putih Diresmikan: Langkah Besar Presiden Prabowo Bangun Ekonomi dari Akar Rumput
Presiden Prabowo Subianto baru saja meresmikan peluncuran 80.081 koperasi baru yang tersebar di seluruh penjuru desa dan kelurahan Indonesia. Inisiatif besar-besaran ini dikenal dengan nama Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Dalam sejarah pembangunan ekonomi desa, program ini bisa menjadi salah satu tonggak penting yang berpotensi mengubah wajah ekonomi nasional dari bawah ke atas.
Langkah ini bukan hanya tentang jumlah koperasi yang luar biasa besar. Ini adalah bagian dari strategi menyeluruh untuk memperkuat ketahanan ekonomi desa, mengurangi ketimpangan kota dan desa, serta menciptakan jutaan lapangan kerja baru. Tapi seperti semua program besar, potensi besar ini juga datang dengan sejumlah tantangan serius.
Membangun Ekonomi dari Pinggiran: Visi Besar di Balik Koperasi Desa
Visi dari program Koperasi Desa Merah Putih adalah membangun kekuatan ekonomi dari desa ke kota, bukan sebaliknya. Presiden Prabowo menyampaikan keprihatinan bahwa selama ini kekayaan dan aktivitas ekonomi terlalu terpusat di kota-kota besar, sementara desa-desa tertinggal dalam pembangunan dan kesejahteraan.
“Ekonomi kita tidak boleh hanya berputar di kota. Desa-desa harus diberi kekuatan untuk mandiri,” tegas Prabowo.
Koperasi menjadi alat utama dalam mewujudkan visi ini. Ia menggambarkannya dengan sebuah metafora yang sederhana namun kuat: “Satu lidi itu lemah, tapi kalau disatukan menjadi sapu, dia akan kuat.” Inilah gambaran ideal dari koperasi—menghimpun kekuatan kecil menjadi kekuatan besar yang kolektif.
80 Ribu Koperasi Diresmikan: Detail Jumlah dan Penyebaran
Program ini bukan sekadar janji politik. Hingga bulan Juli 2025, pemerintah telah meresmikan:
71.397 koperasi desa baru (KDMP)
8.486 koperasi kelurahan baru (KKMP)
141 koperasi lama direvitalisasi menjadi KDMP
44 koperasi lama direvitalisasi menjadi KKMP
Semua koperasi ini telah terdaftar resmi di Kementerian Hukum dan HAM, melalui Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU). Jumlah ini bahkan melampaui target yang ditetapkan dalam Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2025. Ini bukan sekadar angka, tapi struktur ekonomi baru yang dibangun dari akar rumput.
Unit Usaha Beragam: Dari Sembako Hingga Klinik dan Simpan Pinjam
Setiap koperasi dalam program Merah Putih ini dirancang untuk menjadi pusat kegiatan ekonomi di tingkat lokal. Unit usaha yang bisa dijalankan koperasi antara lain:
- Penjualan sembakoD
- istribusi gas LPGi
- Klnik kesehatan dan apoteks
- Usaha simpan pinjamu
- Gudang dan layanan logistik
- Layanan pembayaran digital
Yang menarik, koperasi tidak hanya berfungsi sebagai entitas ekonomi, tetapi juga bisa menjadi pusat pelayanan dasar masyarakat desa. Dengan sistem digital yang diterapkan, semua transaksi koperasi wajib tercatat dan transparan. Ini adalah bentuk akuntabilitas yang dituntut oleh zaman
Digitalisasi dan Transparansi: Pengelolaan Tak Lagi Manual
Dalam peluncurannya, Presiden Prabowo menekankan pentingnya pengawasan dan akuntabilitas. "Zaman sekarang banyak gadget. Semua aliran uang harus diawasi. Ketua koperasi tak boleh 'untung duluan'," ujarnya.
Semua transaksi koperasi diwajibkan tercatat secara digital dan terhubung dengan sistem pemantauan pemerintah. Ini adalah langkah penting untuk menghindari penyimpangan yang sering terjadi pada koperasi konvensional di masa lalu.
Dari Mana Modalnya? Pinjaman Bank BUMN Rp 3-5 Miliar Per Koperasi
Program ini juga didukung dengan dana besar. Setiap koperasi mendapat modal pinjaman dari bank-bank BUMN (anggota Himbara seperti BRI, Mandiri, dan BNI) sebesar Rp 3 hingga 5 miliar. Artinya, total dana yang digelontorkan untuk program ini bisa mencapai Rp 240 hingga 400 triliun.
Namun penting dicatat, ini bukan hibah. Pinjaman tersebut harus dikembalikan dalam jangka waktu tertentu, meski bunga yang dikenakan ringan. Skema ini membuka ruang besar bagi pertumbuhan ekonomi desa, namun juga menyimpan potensi risiko yang tidak kecil.
Risiko yang Mengintai: Gagal Bayar, Korupsi, dan Ketimpangan
Sejumlah pihak mengingatkan bahwa program ini juga membawa tantangan serius. Ombudsman RI memperingatkan bahwa dana yang sangat besar, ditambah dengan kualitas SDM yang belum merata di desa, bisa membuka ruang penyimpangan dan korupsi.
“Perputaran uang di desa sangat besar. Tapi ruang pengawasan masih longgar. Ini bisa membuka celah penyalahgunaan,” kata Dadan Suharmawijaya, anggota Ombudsman RI.
Selain itu, risiko kegagalan membayar cicilan pinjaman juga menjadi kekhawatiran utama. Jika ratusan atau bahkan ribuan koperasi gagal membayar, bukan hanya koperasi yang terdampak, tetapi juga bank pelat merah dan bahkan fiskal negara.
Riset Celios: Ada Kekhawatiran dari Desa
Riset dari Center of Economic and Law Studies (Celios) menguatkan kekhawatiran publik. Hasil survei mereka menunjukkan:
65% perangkat desa menilai program ini rawan korupsi
76% menolak skema pinjaman dengan Dana Desa sebagai jaminan
30% khawatir program ini akan menggeser peran penting BUMDes
Ada pula ketakutan bahwa koperasi ini bisa menjadi alat rente politik atau dominasi elite lokal. Jika tidak dikelola secara benar, niat baik bisa berujung pada ketimpangan baru.
Belajar dari Masa Lalu: Kegagalan KUD Jangan Terulang
Banyak pihak membandingkan program ini dengan era Koperasi Unit Desa (KUD) pada masa Orde Baru. Saat itu, KUD menjadi instrumen penting dalam distribusi pupuk, kredit tani, dan pemasaran hasil pertanian.
Namun setelah reformasi, banyak KUD ambruk karena tidak mampu beradaptasi dengan pasar bebas dan kehilangan sokongan dari pemerintah. Inilah pelajaran berharga: dukungan politik dan dana saja tidak cukup. Harus ada sistem manajemen yang kuat, SDM yang andal, dan pengawasan yang ketat.
Kesimpulan: Potensi Besar, Tapi Perlu Hati-Hati
Koperasi Desa Merah Putih adalah langkah besar dan berani dari pemerintahan Presiden Prabowo. Jika berhasil, program ini bisa menjadi tulang punggung ekonomi nasional yang baru—ekonomi yang berbasis pada kekuatan lokal dan gotong royong desa.
Namun seperti membangun rumah, pondasi harus kuat. Tanpa SDM yang siap, pengawasan yang ketat, dan keterlibatan warga desa secara aktif, program ini bisa terjebak dalam pola kegagalan masa lalu.
Semoga dengan pengelolaan yang baik, koperasi-koperasi ini bukan hanya menjadi tempat simpan pinjam, tapi juga menjadi pusat harapan baru bagi masyarakat desa Indonesia.
Komentar
Posting Komentar