Cara Menyaring Omongan Orang agar Hidup Tetap Tenang dan Fokus

 

Dua pria berdiri berdampingan memandangi kejauhan, menggambarkan momen refleksi terhadap omongan orang dan kehidupan.
Kadang kita hanya butuh diam dan memikirkan ulang: mana kata orang yang benar-benar layak tinggal di kepala.”


Dalam hidup ini, kita tidak bisa mengatur apa yang dikatakan orang lain. Namun, kita selalu punya pilihan: menyaring, merespons, atau melewatkan. Sayangnya, terlalu sering kita memberi akses terlalu longgar pada pikiran sendiri. Semua ucapan ditampung, semua komentar dipikirkan, lalu kita kewalahan oleh beban yang sebenarnya bisa dihindari.

Menurut penelitian dari University of California, rata-rata manusia menerima lebih dari 34 gigabyte informasi per hari. Sebagian besar berasal dari komunikasi sosial—ucapan, komentar, opini. Psikolog Susan David dalam bukunya Emotional Agility menjelaskan bahwa otak manusia cenderung membentuk keyakinan bukan dari kebenaran objektif, tetapi dari pengulangan. Artinya, omongan yang salah pun, jika sering didengar, bisa terasa benar dan tertanam kuat.

Bayangkan situasi seperti ini:

Kamu bekerja keras, lalu seseorang berkomentar, “Ambisius banget, ya.”

Kamu membagikan foto, lalu muncul sindiran, “Kelihatan pengen diakui.”

Kamu cerita soal mimpi, lalu ada yang nyeletuk, “Emang kamu sanggup?”

Ucapan seperti ini mungkin diucapkan sambil lalu. Tapi dampaknya bisa tinggal lama di kepala. Kita mulai ragu, overthinking, bahkan kehilangan arah.

Yang sering kita lupakan: omongan orang bukanlah cermin diri kita. Seringkali, itu adalah proyeksi isi hati dan pikiran mereka sendiri. Seperti kata Don Miguel Ruiz dalam The Four Agreements:

 “Jangan ambil secara pribadi. Apa yang dikatakan orang lain lebih banyak tentang mereka daripada tentangmu.”

Lalu, bagaimana cara menyaring omongan orang agar tidak merusak ketenangan hidup kita? Berikut tujuh cara yang bisa kamu praktikkan dalam kehidupan sehari-hari:


1. Pisahkan Nada dari Isi

Belajar mendengarkan tanpa terbawa emosi. Jika seseorang berbicara dengan nada menyindir atau kasar, tanyakan: “Apa fakta yang sebenarnya dia sampaikan?”

Jangan langsung menolak semuanya, tapi juga jangan menelan mentah-mentah. Belajar memfilter antara isi pesan dan emosinya adalah langkah awal menjaga kejernihan pikiran.

2. Uji dengan Nilai Diri, Bukan Perasaan Saat Itu

Saat menerima kritik, jangan buru-buru bertanya, “Apakah aku salah?” Lebih baik tanyakan, “Apakah ini sejalan dengan nilai yang aku pegang?”

Dalam filsafat Stoisisme, Epictetus mengajarkan bahwa nilai-nilai pribadi adalah pagar yang melindungi pikiran. Jika tidak sesuai, lepaskan.

3. Cari Motif di Balik Ucapan

Tidak semua nasihat datang dari niat baik. Kadang, ucapan yang terdengar seperti kepedulian justru bertujuan mengendalikan. Susan David menyebut ini emotional hooking—ketika seseorang membuatmu merasa bersalah agar kamu menurut.

Mengenali motif tersembunyi membantu kita tetap teguh.

4. Gunakan Teknik “Parkir Dulu”

Tidak semua omongan perlu ditanggapi saat itu juga. Kadang cukup berkata pada diri sendiri: “Nanti aku pikirkan lagi.”

Kalimat sederhana ini memberi jeda, dan di dalam jeda itulah kita bisa memilih dengan sadar, bukan bereaksi karena emosi.

5. Bedakan Kritik Konstruktif dan Sindiran

Kritik yang membangun biasanya disertai niat membantu dan memberi solusi. Sindiran lebih sering datang dari frustrasi atau rasa tidak nyaman orang lain.

Kalimat seperti “Kamu terlalu idealis” bisa jadi umpan emosi. Lihat konteksnya. Jangan beri ruang pada ucapan yang tidak jernih niatnya.

6.Perhatikan Pola, Bukan Satu Komentar

Kalau satu orang bilang kamu keras kepala, mungkin itu pendapat pribadi. Tapi kalau lima orang dari konteks berbeda menyebut hal yang sama, mungkin kamu perlu refleksi.

Ingat, umpan balik yang valid terlihat dari pola, bukan momen tunggal.

7. Ingat: Kamu Tidak Bertanggung Jawab atas Imajinasi Orang

Viktor Frankl menyebut bahwa antara stimulus dan respons, selalu ada ruang. Dan dalam ruang itu, kebebasan kita hidup.

Omongan orang adalah stimulus. Kamu tidak wajib merespons sesuai ekspektasi mereka. Hidup bukan tentang memenuhi bayangan orang lain. Kamu adalah pemilik cahayamu sendiri.


Penutup: Belajar Menyaring, Bukan Menutup Diri

Belajar menyaring omongan orang bukan berarti menjadi cuek atau tertutup. Tapi membuka kesadaran: mana yang layak diserap, mana yang cukup dilewatkan. Hidup terlalu berharga untuk diatur oleh opini yang bahkan tidak kamu minta.

Lalu, omongan seperti apa yang pernah bikin kamu overthinking?

Bagikan di kolom komentar.

Dan jika kamu punya teman yang terlalu sering dipengaruhi kata orang, kirimkan tulisan ini. 

Mungkin, mereka hanya butuh satu paragraf sadar untuk mulai memilah, bukan menelan semua.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Inosentius Samsul: 35 Tahun di DPR Hingga Jadi Hakim Mahkamah Konstitusi

Permata Tersembunyi di Manggarai Barat: Menjelajahi Air Terjun Cunca Polo

Pink Beach NTT Dinobatkan Sebagai Pantai Terindah di Dunia 2025

Pantai Mberenang: Permata Tersembunyi di Jalur Wisata Labuan Bajo – Wae Rebo

Cara Cek PKH dan PIP 2025 Lewat HP: Panduan Lengkap, Mudah, dan Resmi