Dampak Video Pendek pada Otak: Antara Hiburan, Risiko Kognitif, dan Ancaman Sosial

Dampak Video Pendek pada Otak: 

Gambar Ilustrasi 

Satu dekade terakhir, cara manusia mengonsumsi informasi sudah mengalami perubahan besar yang menggeser paradigma lama. Kehadiran platform video pendek seperti TikTok, YouTube Shorts, hingga Instagram Reels tidak hanya sekadar fenomena hiburan, tapi juga telah membentuk ulang pola konsumsi media, interaksi sosial, hingga kebiasaan belajar. Konten berdurasi singkat, yang umumnya hanya puluhan detik, kini menjadi format dominan karena dianggap praktis, cepat, dan mudah dipahami. Namun, di balik popularitasnya, para ahli memperingatkan bahwa konsumsi video pendek berlebihan dapat membawa dampak serius bagi kesehatan otak, kualitas interaksi sosial, hingga stabilitas politik global.

Video Pendek dan Otak: Ancaman Kepuasan Instan

Penelitian dari Tianjin Normal University yang dipimpin oleh Profesor Qiang Wang menemukan bahwa menonton video pendek secara berlebihan dapat memengaruhi struktur dan fungsi jaringan otak. Kebiasaan ini membuat otak terbiasa dengan kepuasan instan dan rangsangan baru tanpa henti, sehingga jalur saraf untuk fokus jangka panjang tergantikan oleh pola pencarian kebaruan yang cepat. Akibatnya, keputusan impulsif meningkat, sementara kemampuan berpikir mendalam, mengendalikan emosi, serta menahan diri dari distraksi melemah.

Lebih jauh, kecanduan video pendek dinilai setara atau bahkan lebih berbahaya dibanding kecanduan alkohol. Rata-rata pengguna internet di Tiongkok, misalnya, menghabiskan 151 menit per hari untuk menonton video pendek, dengan 95 persen pengguna internet aktif terlibat. Paparan layar tinggi tidak hanya menguras energi kognitif, tetapi juga berhubungan dengan gangguan tidur, masalah kesehatan mental, serta meningkatnya risiko depresi dan kecemasan.

Otak Kewalahan oleh Lonjakan Dopamin

Dr. Praveen Gupta dari Marengo Asia Hospital menjelaskan, video pendek memicu lonjakan dopamin berulang pada sistem penghargaan otak. Mekanisme ini serupa dengan kecanduan nikotin atau alkohol: pengguna terus mencari rangsangan baru meski tidak ada kebutuhan nyata. Ketika hal ini menjadi pola, aktivitas sederhana yang sebelumnya menyenangkan—seperti membaca, berolahraga, atau berbincang—mulai terasa membosankan. Kondisi ini dikenal dengan istilah brainrot, di mana otak terbiasa dengan gratifikasi instan sehingga kesulitan fokus, cepat gelisah, dan kehilangan motivasi untuk terlibat dalam aktivitas yang menuntut konsentrasi.


Baca Juga : Torok: Doa Puitis dalam Setiap Ritus Upacara Masyarakat Manggarai


Dampak pada Korteks Prefrontal dan Perkembangan Remaja

Hasil pemindaian MRI (Magnetic Resonance Imaging) menunjukkan korelasi antara konsumsi layar tinggi dengan penipisan korteks prefrontal, yaitu bagian otak yang mengatur emosi, pengambilan keputusan, dan kontrol perilaku. Karena korteks prefrontal baru matang penuh di usia pertengahan 20-an, konsumsi berlebihan sejak remaja bisa mengganggu pembentukan jalur saraf penting. Akibatnya, kemampuan mengendalikan dorongan emosional, berpikir kritis, dan merencanakan jangka panjang berisiko terganggu. Pergantian konteks cepat saat scrolling juga menurunkan daya ingat jangka pendek serta memperburuk multitasking yang tidak efektif.

Video Pendek, Disinformasi, dan Politik Global

Video pendek tidak hanya memengaruhi otak, tetapi juga membawa dampak sosial-politik. Laporan Lowy Institute menegaskan bahwa platform ini dapat digunakan sebagai instrumen geopolitik, terutama terkait penyalahgunaan data, propaganda, dan pengendalian opini publik. Amerika Serikat dan Eropa bahkan memandangnya sebagai ancaman keamanan nasional, memicu perdebatan tentang regulasi hingga kemungkinan pelarangan.

Di sisi lain, format singkat mempercepat penyebaran hoaks dan disinformasi. Dengan durasi pendek, informasi palsu mudah viral tanpa sempat diverifikasi. Hal ini berpotensi memengaruhi opini publik, memperkeruh suasana politik, hingga memengaruhi hasil pemilu. Generasi muda yang menjadi pengguna dominan rentan terpengaruh, menjadikan platform ini arena baru perebutan narasi politik.

Hiburan vs Informasi: Pergulatan dalam Lanskap Digital

Penelitian menunjukkan bahwa motivasi pengguna memengaruhi cara mereka mengonsumsi video pendek. Banyak yang menolak konten serius, termasuk berita, karena dianggap mengganggu alur hiburan. Namun, jika informasi disajikan secara menarik, visual, dan sesuai minat, resistensi tersebut berkurang. Fenomena ini menandakan perubahan budaya membaca: konten ringan dan visual lebih digemari dibanding materi analitis yang panjang. Dunia pendidikan pun menghadapi tantangan serupa, sehingga muncul tren microlearning. Meski efektif menarik perhatian, model ini berisiko mereduksi kedalaman pemahaman konseptual siswa.

Antara Risiko dan Peluang

Meski sarat risiko, video pendek juga menawarkan peluang besar. Banyak kampanye sosial, isu lingkungan, hingga gerakan kemanusiaan mendapat sorotan luas berkat viralitasnya. Format singkat ini memungkinkan pesan yang sederhana namun kuat menjangkau jutaan orang dalam hitungan jam. Anak muda mampu menggunakan medium ini untuk bersuara, berorganisasi, memobilisasi perubahan, bahkan membangun solidaritas lintas negara. Dari penggalangan dana bencana, edukasi kesehatan, hingga kampanye kesetaraan, video pendek terbukti bisa menjadi alat transformasi sosial yang efektif jika dikelola dengan bijak.

Tantangan terbesar adalah menyeimbangkan manfaat dengan risiko dalam ekosistem digital yang serba cepat. Tanpa pengendalian, video pendek berpotensi merusak kesehatan otak, menurunkan kapasitas kognitif, melemahkan fokus individu, serta mengancam integritas sosial-politik melalui penyebaran disinformasi dan polarisasi.

Data Pengguna Video Pendek Global 2024–2025


Penutup

Pertanyaan utamanya bukan lagi sekadar apakah platform ini akan bertahan, melainkan bagaimana masyarakat, lembaga pendidikan, industri media, dan pemerintah beradaptasi secara kolektif. Di era ketika perhatian menjadi komoditas paling berharga, literasi digital, regulasi pemerintah, tanggung jawab platform, serta kesadaran individu harus berjalan beriringan. Dengan keseimbangan yang tepat, video pendek bisa berfungsi bukan hanya sebagai sarana hiburan, tetapi juga wahana edukasi, kreativitas, penguatan kesehatan mental, peningkatan kualitas berpikir, serta pembangunan ketahanan sosial yang lebih inklusif.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Inosentius Samsul: 35 Tahun di DPR Hingga Jadi Hakim Mahkamah Konstitusi

Permata Tersembunyi di Manggarai Barat: Menjelajahi Air Terjun Cunca Polo

Pink Beach NTT Dinobatkan Sebagai Pantai Terindah di Dunia 2025

Pantai Mberenang: Permata Tersembunyi di Jalur Wisata Labuan Bajo – Wae Rebo

Fenomena Bendera One Piece Jelang HUT RI ke-80: Simbol Perlawanan, Kritik Sosial, dan Polemik Nasionalisme