Pembangunan di Pulau Padar: Ketegangan antara Pariwisata dan Konservasi dalam Pengawasan UNESCO


Pulau Padar, salah satu ikon lanskap Taman Nasional Komodo di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia, kembali menjadi pusat perhatian dunia. Hal ini menyusul rencana pengembangan kawasan wisata oleh pihak swasta, yaitu PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE), yang mendapatkan izin pemanfaatan sebagian kecil lahan dalam kawasan konservasi. Namun di balik izin itu, muncul pertanyaan penting: Apakah pembangunan ini sejalan dengan komitmen pelestarian yang telah dijanjikan Indonesia kepada dunia?

Sebagai bagian dari Situs Warisan Dunia UNESCO sejak 1991, Taman Nasional Komodo bukan sekadar aset pariwisata nasional, melainkan juga kawasan lindung global yang memiliki Outstanding Universal Value (OUV), nilai luar biasa universal yang wajib dipertahankan.

EIA: Fondasi Pembangunan yang Berkelanjutan

Salah satu dokumen terpenting dalam menentukan apakah sebuah proyek pembangunan layak dijalankan adalah Environmental Impact Assessment (EIA) atau Analisis Dampak Lingkungan (Amdal). Dokumen ini berfungsi untuk menilai potensi dampak dari kegiatan pembangunan terhadap lingkungan, ekosistem, dan masyarakat lokal. Dalam konteks situs warisan dunia, EIA harus disusun mengikuti standar internasional dan ditinjau oleh IUCN (International Union for Conservation of Nature), sebagai badan penasihat teknis UNESCO.

Pada 2025, pemerintah Indonesia menyatakan bahwa dokumen EIA telah disusun sebagai syarat penting sebelum izin pembangunan diberikan. Bahkan, pada 23 Juli 2025, sebuah forum konsultasi publik digelar di Labuan Bajo untuk membahas rencana ini. Masyarakat lokal, akademisi, dan pemerhati lingkungan dilibatkan.

Namun demikian, dokumen tersebut belum tersedia secara publik hingga awal Agustus 2025. Padahal, salah satu prinsip penting dalam penyusunan EIA adalah transparansi, partisipasi publik, dan akuntabilitas.

Posisi Tegas UNESCO dan IUCN

UNESCO bersama IUCN telah lama memberi perhatian khusus terhadap pengelolaan Taman Nasional Komodo. Dalam Misi Reactive Monitoring tahun 2022, sejumlah temuan penting diungkap, antara lain:
Ketidaksesuaian antara proyek pembangunan wisata dengan prinsip konservasi jangka panjang.
Potensi pengabaian terhadap OUV jika pembangunan dilakukan tanpa mitigasi yang memadai.
Keterbatasan keterlibatan masyarakat adat dan lokal dalam perencanaan pembangunan.
Kemudian pada sidang Komite Warisan Dunia ke-47 (6–16 Juli 2025), UNESCO mengeluarkan keputusan penting (Decision 47 COM 7B.6) yang menyatakan:
1. Pemerintah Indonesia wajib menunda pembangunan fisik di Pulau Padar sampai dokumen EIA disetujui oleh IUCN dan dinyatakan tidak mengancam OUV.
2. Proyek-proyek wisata tidak boleh dijalankan jika belum dilakukan mitigasi terhadap dampaknya.
3. Pemerintah Indonesia diminta untuk menyampaikan laporan perkembangan pengelolaan Pulau Padar dan seluruh kawasan Taman Nasional Komodo paling lambat 1 Februari 2026.


Apa yang Sebenarnya Terjadi di Pulau Padar?

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menyatakan bahwa pembangunan oleh PT KWE belum dimulai secara fisik. Izin yang dikeluarkan mencakup hanya 5,64% dari total lahan di zona pemanfaatan wisata, dan belum ada konstruksi yang dilakukan. Menurut KLHK, semua aktivitas akan menunggu hasil evaluasi EIA dan rekomendasi dari lembaga internasional.
Namun, masyarakat sipil dan kelompok pemerhati lingkungan menganggap bahwa fakta izin telah dikeluarkan sebelum EIA dinilai secara menyeluruh merupakan bentuk kelalaian administratif. Banyak yang khawatir bahwa proyek bisa dilanjutkan secara diam-diam sebelum adanya pemantauan penuh dari UNESCO/IUCN.


Monitoring UNESCO: Apakah Pulau Padar Terancam Masuk Daftar Warisan dalam Bahaya?

Salah satu mekanisme pengawasan paling serius dari UNESCO adalah World Heritage in Danger List, atau Daftar Situs Warisan Dunia dalam Bahaya. Situs-situs yang masuk dalam daftar ini dianggap menghadapi ancaman serius terhadap OUV-nya, baik karena pembangunan, degradasi lingkungan, atau konflik politik.
Hingga awal Agustus 2025, Taman Nasional Komodo belum masuk dalam daftar tersebut. Namun, peringatan dalam keputusan 47 COM 7B.6 cukup tegas—bahwa proyek wisata berskala besar tanpa mitigasi dapat memicu pertimbangan peninjauan status.
Sampai saat ini, tidak ada laporan monitoring baru dari UNESCO atau IUCN sejak Juli 2025. Ini berarti bahwa pemantauan masih berlangsung dan keputusan besar kemungkinan akan diambil pada sidang Komite Warisan Dunia tahun 2026.


Mengapa Publik Harus Peduli?

Pengelolaan kawasan konservasi bukan hanya soal izin pembangunan, tetapi menyangkut kepercayaan dunia terhadap komitmen Indonesia dalam menjaga warisan alam. Pulau Padar adalah lambang keindahan alam tropis yang unik, dengan lanskap perbukitan kering, pantai pasir putih, dan kekayaan biodiversitas laut.
Konflik antara pembangunan dan konservasi di Pulau Padar menjadi refleksi tantangan global—bagaimana mengelola pariwisata tanpa merusak alam. Banyak negara menghadapi dilema serupa, dan Pulau Padar kini menjadi studi kasus penting dalam tata kelola berkelanjutan.
Sebagai warga negara, konsumen, maupun wisatawan, publik memiliki peran penting dalam memastikan bahwa pembangunan tidak mengorbankan warisan lingkungan jangka panjang.


Masih Ada Waktu untuk Memperbaiki

Pembangunan di Pulau Padar belum dimulai secara fisik, namun tekanan politik dan ekonomi untuk segera bergerak sangat besar. UNESCO dan IUCN telah memberi peringatan dan instruksi yang jelas. Tantangannya kini adalah apakah pemerintah Indonesia dapat benar-benar memastikan bahwa proyek-proyek wisata berjalan dengan prinsip kehati-hatian dan konservasi.
Dokumen EIA harus dibuka untuk publik. Evaluasi dampak harus melibatkan ahli independen. Masyarakat lokal harus menjadi bagian dari pengambilan keputusan, bukan sekadar penonton. Hanya dengan langkah-langkah ini, Indonesia bisa membuktikan bahwa pelestarian alam dan pengembangan pariwisata bukan dua kutub yang saling bertentangan, melainkan bisa berjalan beriringan.





Referensi :






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Permata Tersembunyi di Manggarai Barat: Menjelajahi Air Terjun Cunca Polo

Pantai Mberenang: Permata Tersembunyi di Jalur Wisata Labuan Bajo – Wae Rebo

Gerak Cepat, Polisi Berhasil Mengungkap Kasus Kematian Saudari SME di Desa Nggilat

Tragedi KM Barcelona V: Kronologi Kebakaran, Korban, dan Aksi Heroik Penyelamatan

Fenomena Bendera One Piece Jelang HUT RI ke-80: Simbol Perlawanan, Kritik Sosial, dan Polemik Nasionalisme