Pembangunan di Pulau Padar: Ketegangan antara Pariwisata dan Konservasi dalam Pengawasan UNESCO
Pulau Padar, salah satu ikon lanskap Taman Nasional Komodo di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia, kembali menjadi pusat perhatian dunia. Hal ini menyusul rencana pengembangan kawasan wisata oleh pihak swasta, yaitu PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE), yang mendapatkan izin pemanfaatan sebagian kecil lahan dalam kawasan konservasi. Namun di balik izin itu, muncul pertanyaan penting: Apakah pembangunan ini sejalan dengan komitmen pelestarian yang telah dijanjikan Indonesia kepada dunia?
EIA: Fondasi Pembangunan yang Berkelanjutan
Posisi Tegas UNESCO dan IUCN
UNESCO bersama IUCN telah lama memberi perhatian khusus terhadap pengelolaan Taman Nasional Komodo. Dalam Misi Reactive Monitoring tahun 2022, sejumlah temuan penting diungkap, antara lain:
Ketidaksesuaian antara proyek pembangunan wisata dengan prinsip konservasi jangka panjang.
Potensi pengabaian terhadap OUV jika pembangunan dilakukan tanpa mitigasi yang memadai.
Keterbatasan keterlibatan masyarakat adat dan lokal dalam perencanaan pembangunan.
Kemudian pada sidang Komite Warisan Dunia ke-47 (6–16 Juli 2025), UNESCO mengeluarkan keputusan penting (Decision 47 COM 7B.6) yang menyatakan:
1. Pemerintah Indonesia wajib menunda pembangunan fisik di Pulau Padar sampai dokumen EIA disetujui oleh IUCN dan dinyatakan tidak mengancam OUV.
2. Proyek-proyek wisata tidak boleh dijalankan jika belum dilakukan mitigasi terhadap dampaknya.
3. Pemerintah Indonesia diminta untuk menyampaikan laporan perkembangan pengelolaan Pulau Padar dan seluruh kawasan Taman Nasional Komodo paling lambat 1 Februari 2026.
Apa yang Sebenarnya Terjadi di Pulau Padar?
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menyatakan bahwa pembangunan oleh PT KWE belum dimulai secara fisik. Izin yang dikeluarkan mencakup hanya 5,64% dari total lahan di zona pemanfaatan wisata, dan belum ada konstruksi yang dilakukan. Menurut KLHK, semua aktivitas akan menunggu hasil evaluasi EIA dan rekomendasi dari lembaga internasional.
Namun, masyarakat sipil dan kelompok pemerhati lingkungan menganggap bahwa fakta izin telah dikeluarkan sebelum EIA dinilai secara menyeluruh merupakan bentuk kelalaian administratif. Banyak yang khawatir bahwa proyek bisa dilanjutkan secara diam-diam sebelum adanya pemantauan penuh dari UNESCO/IUCN.
Monitoring UNESCO: Apakah Pulau Padar Terancam Masuk Daftar Warisan dalam Bahaya?
Salah satu mekanisme pengawasan paling serius dari UNESCO adalah World Heritage in Danger List, atau Daftar Situs Warisan Dunia dalam Bahaya. Situs-situs yang masuk dalam daftar ini dianggap menghadapi ancaman serius terhadap OUV-nya, baik karena pembangunan, degradasi lingkungan, atau konflik politik.
Hingga awal Agustus 2025, Taman Nasional Komodo belum masuk dalam daftar tersebut. Namun, peringatan dalam keputusan 47 COM 7B.6 cukup tegas—bahwa proyek wisata berskala besar tanpa mitigasi dapat memicu pertimbangan peninjauan status.
Sampai saat ini, tidak ada laporan monitoring baru dari UNESCO atau IUCN sejak Juli 2025. Ini berarti bahwa pemantauan masih berlangsung dan keputusan besar kemungkinan akan diambil pada sidang Komite Warisan Dunia tahun 2026.
Komentar
Posting Komentar