Inggris Akui Palestina sebagai Negara Berdaulat: Babak Baru Diplomasi Timur Tengah
Sejarah baru tercipta di panggung diplomasi internasional. Pemerintah Inggris secara resmi mengumumkan pengakuan Negara Palestina sebagai negara berdaulat. Langkah ini disampaikan langsung oleh Perdana Menteri Keir Starmer dalam pidato kenegaraan di London menjelang Sidang Majelis Umum PBB. Dengan keputusan ini, Inggris bergabung bersama lebih dari 150 negara yang telah terlebih dahulu mengakui kedaulatan Palestina.
Keputusan yang Lama Dinantikan
Dalam pernyataan resminya, Starmer menegaskan bahwa pengakuan ini bukan sekadar simbolik, tetapi merupakan bagian penting dari upaya mendorong solusi dua negara yang telah lama menjadi dasar diplomasi perdamaian di kawasan.
“Hari ini, kami bergabung dengan komunitas internasional untuk mengakui Negara Palestina. Langkah ini diambil demi menjaga harapan perdamaian yang adil dan abadi,” ujar Starmer melalui situs resmi pemerintah Inggris (gov.uk).
Langkah ini menjadi tonggak sejarah, mengingat Inggris memiliki keterikatan mendalam dengan kawasan Timur Tengah sejak era Mandat Palestina pada awal abad ke-20. Selama beberapa dekade, Inggris memang mendukung gagasan dua negara Israel dan Palestina namun baru kali ini memberikan pengakuan penuh secara resmi.
Baca Juga :
Dukungan Luas dari Dunia Internasional
Pengakuan Inggris menambah panjang daftar negara yang mengakui Palestina, termasuk mayoritas anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. Menurut catatan PBB, lebih dari 150 negara kini menegaskan dukungannya terhadap Palestina sebagai negara berdaulat. Negara-negara Eropa seperti Spanyol, Irlandia, dan Norwegia telah lebih dahulu mengambil langkah serupa pada awal 2025.
Media internasional seperti Reuters, Associated Press, dan The Guardian melaporkan bahwa keputusan London disambut positif oleh banyak pihak, terutama negara-negara Arab dan organisasi internasional. Uni Eropa menyatakan dukungan moral, sementara Sekretaris Jenderal PBB menyebut pengakuan ini sebagai “angin segar” bagi proses perdamaian yang selama ini kerap buntu.
Respons Palestina
Pemerintah Otoritas Palestina melalui Presiden Mahmoud Abbas menyambut hangat pengakuan Inggris. Dalam pidatonya di Ramallah, Abbas menyebut keputusan ini sebagai “kemenangan diplomasi dan keadilan”. Ia berharap langkah Inggris akan diikuti oleh negara-negara Barat lain yang masih ragu untuk mengakui Palestina.
“Dukungan dari Inggris, yang memiliki sejarah panjang di kawasan ini, adalah sinyal kuat bahwa dunia semakin menyadari pentingnya hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri,” kata Abbas.
Reaksi Israel
Sebaliknya, pemerintah Israel menyatakan kekecewaannya. Kementerian Luar Negeri Israel menilai keputusan Inggris dapat menghambat perundingan damai. Beberapa pejabat Israel bahkan memanggil Duta Besar Inggris di Tel Aviv untuk memberikan nota protes.
Namun, Starmer menegaskan bahwa pengakuan ini bukan untuk melemahkan keamanan Israel. “Kami tetap berkomitmen pada keamanan Israel dan menolak segala bentuk kekerasan. Tetapi, perdamaian sejati hanya bisa lahir jika kedua negara diakui setara,” tegasnya.
Latar Belakang Konflik yang Panjang
Konflik Israel–Palestina telah berlangsung lebih dari tujuh dekade. Sejak berdirinya Israel pada 1948, wilayah Palestina—khususnya Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Gaza—mengalami serangkaian perang, pendudukan, dan perundingan yang berulang kali gagal.
Upaya perdamaian, termasuk Kesepakatan Oslo 1993, sempat membawa harapan, tetapi runtuh akibat kekerasan dan perbedaan sikap politik. Situasi semakin memanas beberapa tahun terakhir, dengan kekerasan di Gaza dan Tepi Barat menelan ribuan korban jiwa.
Implikasi Politik dan Ekonomi
Pengakuan Palestina oleh Inggris diperkirakan membawa dampak besar di tingkat diplomatik dan ekonomi.
1. Diplomatik: Inggris kini memiliki dasar hukum untuk membuka hubungan bilateral penuh dengan Palestina, termasuk pembentukan kedutaan besar di Ramallah.
2. Ekonomi: Potensi kerja sama dagang dan bantuan pembangunan dapat meningkat, terutama di bidang infrastruktur dan kemanusiaan.
3. Keamanan Regional: Langkah ini diharapkan dapat mengurangi ketegangan dan membuka ruang dialog baru, meski tantangan tetap besar.
Harapan untuk Solusi Dua Negara
Para pengamat hubungan internasional menilai pengakuan ini memberi dorongan moral bagi proses perdamaian. Profesor Middle East Studies dari University of Oxford, Dr. Laura Henderson, mengatakan bahwa Inggris, sebagai kekuatan berpengaruh di Eropa, dapat menjadi “penengah penting” dalam menghidupkan kembali perundingan yang selama ini macet.
“Pengakuan formal adalah pesan bahwa dunia tidak bisa menunggu lebih lama. Solusi dua negara bukan sekadar retorika, tetapi satu-satunya jalan realistis untuk perdamaian,” jelas Henderson kepada The Guardian.
Tantangan ke Depan
Meskipun diakui lebih dari 150 negara, Palestina masih menghadapi tantangan besar, mulai dari sengketa perbatasan, status Yerusalem, hingga keberadaan permukiman Israel di Tepi Barat. Selain itu, kelompok-kelompok bersenjata di Gaza dan ketegangan politik internal Palestina dapat menjadi hambatan.
Namun, pengakuan dari Inggris memberikan energi baru bagi masyarakat internasional untuk menekan kedua belah pihak agar kembali ke meja perundingan
Komentar
Posting Komentar