Danau Rana Mese – Janji Cinta Romantis Thebaldus & Anjany di Ruteng

Bab 4: 

Danau Rana Mese – Janji yang Tertulis di Air



Danau Rana Mese terletak di tengah hutan yang rimbun, tidak jauh dari jalan trans Flores. Danau itu seakan menjadi cermin langit: biru, tenang, dan kadang beriak oleh angin. Bagi Thebaldus dan Anjany, danau itu bukan sekadar tempat wisata. Ia menjadi ruang rahasia tempat cinta mereka bertumbuh, jauh dari hiruk pikuk kota kecil Ruteng.


Sore itu, mereka berdua memutuskan naik motor Thebaldus menuju Rana Mese. Angin pegunungan menampar wajah, dingin tapi menyenangkan. Anjany melingkarkan tangannya di pinggang Thebaldus, dan meski ia pura-pura tenang, hatinya berdetak lebih cepat dari biasanya.


“Jan,” suara Thebaldus memecah hening, “kalau aku tanya sesuatu, jangan ketawa ya.”


“Tanya apa?”


“Kalau nanti aku nggak ada, kamu masih bakal inget aku nggak?”


Anjany tertawa kecil. “Nggak ada ke mana dulu? Jangan ngomong aneh-aneh, ah.”


“Ya… siapa tahu aku harus pergi kerja jauh. Misalnya.”


Anjany diam sebentar, lalu menjawab serius, “Kalau aku cinta sama kamu, Baldus… sejauh apapun kamu pergi, aku nggak bakal lupa.”


Thebaldus menoleh sedikit, tersenyum. “Kamu tahu nggak, kata-kata kamu itu bikin aku lebih kuat daripada gaji sebulan penuh.”


Sesampainya di Rana Mese, mereka duduk di pinggir danau. Airnya tenang, memantulkan wajah langit yang berubah jingga. Hutan di sekitarnya sunyi, hanya suara burung yang sesekali terdengar.


Anjany mengambil ranting, lalu menulis sesuatu di tanah berpasir:

“T & A”


 “Tuh, lihat,” katanya, menunjuk tulisan itu.


Thebaldus tertawa. “Kalau gitu aku tulis di air, biar nggak pernah hilang.”


Dia mencelupkan ranting ke danau, membuat lingkaran di permukaan air. Gelombang kecil tercipta, lalu menghilang.


 “Tulisan di air nggak bakal abadi, Baldus.”


“Justru itu, Jan. Biar nggak abadi di air, tapi abadi di hati.”


Anjany menunduk, hatinya hangat. Ia tak tahu bagaimana menjawab, kecuali dengan senyuman yang lebih berarti daripada seribu kata.


Mereka duduk lebih lama. Langit mulai redup, kabut tipis turun, danau seolah semakin misterius.


 “Aku janji, Jan,” kata Thebaldus tiba-tiba.


“Janji apa?”


“Aku bakal jagain kamu. Aku bakal balik, meski aku harus pergi sejauh apapun nanti. Aku nggak mau janji muluk-muluk. Cuma itu. Aku bakal balik.”


Anjany menatapnya lama. Ada rasa takut, ada rasa bahagia, bercampur jadi satu.


“Kalau gitu aku juga janji,” katanya pelan. “Aku akan tetap di sini. Nunggu kamu. Sampai kapanpun.”


Di tepi danau itu, janji mereka tercipta. Tidak ditulis di kertas, tidak diucapkan di depan saksi. Hanya ada air dan kabut yang menjadi pendengar. Tapi janji itu, bagi mereka berdua, lebih kuat daripada apapun.


Malam turun perlahan. Sebelum pulang, Thebaldus sempat menatap danau sekali lagi.


 “Jan, kalau nanti kita lupa sama janji ini…” katanya sambil menatap air, “mungkin Rana Mese yang bakal ingetin kita.”


Anjany menggenggam tangannya. “Kita nggak akan lupa.”


Tapi kehidupan sering punya cara sendiri untuk menguji janji-janji yang diucapkan manusia.


Dan Rana Mese, suatu hari nanti, benar-benar akan menjadi pengingat.



NEXT PART 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Inosentius Samsul: 35 Tahun di DPR Hingga Jadi Hakim Mahkamah Konstitusi

PPPK Paruh Waktu Diangkat Menjadi Penuh Waktu: Desakan DPR dan DPD RI ke Pemerintah untuk Segera Bertindak

Permata Tersembunyi di Manggarai Barat: Menjelajahi Air Terjun Cunca Polo

Cara Cek PKH dan PIP 2025 Lewat HP: Panduan Lengkap, Mudah, dan Resmi

Tenaga Kerja Asal Bajawa Diduga Disiksa di Sebuah Yayasan di Bogor, Dibebaskan NTT Bogor Raya