Hasan Nasbi Minta Purbaya Stop Kritik Pejabat: Kekhawatiran Pemerintah Terlihat Lemah
Dalam beberapa hari terakhir, wacana publik di dunia politik dan ekonomi Indonesia kembali memanas. Pernyataan Hasan Nasbi yang meminta Kepala Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa untuk menghentikan kritik terhadap pejabat lain menuai perhatian luas.
Nasbi menilai gaya komunikasi Purbaya yang terlalu terbuka bisa berdampak buruk terhadap citra pemerintahan, bahkan dapat membuat pemerintah terlihat tidak solid di mata publik.
Pernyataan ini bukan muncul tanpa konteks. Selama beberapa bulan terakhir, publik mencermati sejumlah pernyataan tajam Purbaya terhadap kebijakan ekonomi dan dinamika internal antarlembaga negara. Bagi sebagian kalangan, gaya bicara lugas dan terbuka dari mantan ekonom ini dianggap segar namun bagi sebagian lain, langkah tersebut dinilai berisiko menciptakan kesan disharmoni di tubuh pemerintahan.
Kritik dari Hasan Nasbi: “Ini Bisa Membuat Pemerintah Terlihat Lemah”
Dalam wawancara yang dikutip dari berbagai media nasional seperti Detik.com, Hasan Nasbi menegaskan bahwa seorang pejabat publik yang berada di dalam struktur pemerintahan seharusnya menjaga kekompakan antarpejabat.
Ia mengatakan, perbedaan pandangan tentu wajar, tetapi semestinya diselesaikan di ruang tertutup, bukan di depan publik.
“Kalau sesama anggota pemerintah terus-menerus saling baku-tikam di depan umum, itu akan melemahkan pemerintah. Kritik boleh, tapi tempatnya bukan di media,” ujar Hasan Nasbi dalam keterangannya.
Menurutnya, komunikasi publik antarlembaga pemerintah yang tampak saling berseberangan bisa memberi ruang bagi pihak-pihak yang tidak suka dengan pemerintah untuk memperkeruh situasi.
Nasbi menambahkan, dalam konteks stabilitas politik dan kepercayaan publik, kesan perpecahan di internal pemerintahan bisa lebih berbahaya daripada kritik itu sendiri.
“Publik bisa menangkap sinyal bahwa pemerintah tidak solid. Itu yang harus dihindari, karena bisa menurunkan kepercayaan dan melemahkan posisi pemerintah di mata masyarakat,” tambahnya.
Purbaya Yudhi Sadewa Menanggapi: “Saya Hanya Menyampaikan Fakta dan Data”
Menanggapi kritik tersebut, Purbaya Yudhi Sadewa tak tinggal diam.
Dalam pernyataannya yang juga dikutip Detik.com, Purbaya menegaskan bahwa dirinya tidak sedang menyerang siapa pun, melainkan hanya menyampaikan fakta dan data demi memperkuat kepercayaan publik terhadap pemerintah.
“Saya ini cuma perpanjangan tangan dari Presiden. Jadi apa yang saya sampaikan adalah hasil kajian data dan fakta di lapangan,” ujar Purbaya dengan nada tegas.
Ia menjelaskan bahwa pernyataan-pernyataan yang dianggap “tajam” itu sesungguhnya bertujuan mendorong perbaikan dan transparansi di sektor ekonomi.
Sebagai Kepala LPS, lembaga yang berperan penting menjaga stabilitas sistem keuangan nasional, Purbaya menyebut bahwa keterbukaan informasi adalah bagian dari tanggung jawabnya kepada publik.
“Mungkin kelihatannya saya ini seperti koboi, tapi yang saya lakukan adalah mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Ketika ekonomi membaik, kepercayaan publik ikut naik,” katanya.
Menurut data yang diungkapkan Purbaya, indeks kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang sempat menurun kini mulai membaik. Ia merujuk pada survei internal LPS yang menunjukkan peningkatan optimisme publik seiring dengan pemulihan ekonomi nasional.
Konteks yang Lebih Luas: Antara Transparansi dan Soliditas Pemerintahan
Polemik ini sebenarnya mencerminkan dua pandangan besar dalam tata kelola pemerintahan modern.
Di satu sisi, Hasan Nasbi menekankan pentingnya soliditas dan keharmonisan internal, yang dianggap sebagai faktor utama menjaga stabilitas politik dan kepercayaan publik.
Di sisi lain, Purbaya membawa semangat transparansi dan keterbukaan informasi, sebagai bentuk tanggung jawab pejabat publik di era demokrasi.
Bagi pengamat politik, perbedaan pandangan ini justru memperlihatkan dinamika yang sehat, selama dilakukan dengan itikad baik dan berdasarkan data.
Namun, publik tentu berharap agar perdebatan tersebut tidak berubah menjadi pertarungan ego antarpejabat, melainkan menjadi ruang untuk memperkuat kualitas kebijakan publik.
Dalam konteks komunikasi pemerintahan, konsistensi narasi memang sangat berpengaruh terhadap persepsi publik. Pemerintah yang tampak tidak seirama bisa memunculkan ketidakpastian dan memengaruhi stabilitas sosial maupun ekonomi.
Namun, menutup ruang kritik juga bukan solusi, karena bisa menggerus kepercayaan publik terhadap integritas pejabat negara.
Membaca Gaya Komunikasi Purbaya: Antara Lugas dan Strategis
Sebagai ekonom yang lama berkecimpung di dunia riset, Purbaya dikenal memiliki gaya komunikasi yang analitis dan langsung ke pokok persoalan.
Bagi sebagian orang, gaya ini terasa keras. Namun, di sisi lain, ia sering kali berhasil menarik perhatian publik untuk kembali mempercayai kebijakan ekonomi pemerintah dengan menyajikan data-data faktual.
Purbaya menyebut bahwa langkah komunikasinya bukan bentuk kritik personal terhadap pejabat lain, melainkan dorongan agar setiap lembaga negara berani bersikap transparan di hadapan rakyat.
Dengan kata lain, gaya bicaranya merupakan strategi untuk menjaga akuntabilitas dan kredibilitas pemerintah di mata publik.
“Data tidak bisa berbohong. Kalau ekonomi membaik, masyarakat akan percaya. Kalau memburuk, kita harus akui dan cari solusi. Itu yang saya lakukan,” ujarnya.
Analisis: Tantangan Pemerintah Menjaga Keseimbangan
Kisah ini menjadi potret menarik tentang tantangan komunikasi di dalam pemerintahan Indonesia.
Dalam era digital dan keterbukaan informasi, publik menuntut transparansi lebih besar dari pejabat negara. Namun di sisi lain, koordinasi antarinstansi tetap menjadi kunci untuk menjaga stabilitas dan kepercayaan publik.
Menjaga keseimbangan antara transparansi dan soliditas bukan perkara mudah. Pejabat seperti Hasan Nasbi mengingatkan pentingnya menjaga wibawa pemerintah, sementara tokoh seperti Purbaya menegaskan bahwa kepercayaan publik justru lahir dari keterbukaan.
Jika keduanya mampu saling memahami peran masing-masing, publik sebenarnya bisa diuntungkan.
Kritik yang berbasis data akan memperkuat kebijakan, sementara koordinasi yang solid akan memperkuat pelaksanaan di lapangan. Kombinasi keduanya dapat membangun pemerintahan yang lebih tangguh dan dipercaya rakyat.
Penutup: Kritik, Loyalitas, dan Tanggung Jawab Publik
Polemik antara Hasan Nasbi dan Purbaya Yudhi Sadewa sejatinya mencerminkan dinamika sehat dalam pemerintahan demokratis.
Kritik tidak selalu berarti perlawanan, begitu juga loyalitas tidak selalu berarti diam.
Yang terpenting adalah tujuan akhir dari setiap pernyataan pejabat publik apakah untuk memperbaiki sistem, atau sekadar mempertahankan citra.
Hasan Nasbi menegaskan pentingnya keharmonisan dan keutuhan pemerintah. Purbaya, di sisi lain, menekankan transparansi dan akuntabilitas. Dua pandangan ini tidak perlu dipertentangkan; keduanya justru bisa menjadi fondasi pemerintahan yang kuat, terbuka, dan dipercaya rakyat.
Dalam iklim demokrasi seperti Indonesia, kritik dan loyalitas bukan musuh keduanya adalah dua sisi dari tanggung jawab moral seorang pejabat publik.
Dan seperti kata Purbaya, “Data tidak berbohong.” Mungkin, di sanalah seharusnya perdebatan ini bermuara: pada kebenaran, bukan pada ego.

Komentar
Posting Komentar