Mahfud MD Nilai Aneh Permintaan KPK Soal Dugaan Mark-Up Proyek Whoosh: “APH Seharusnya Langsung Menyelidiki"


Polemik antara Mahfud MD dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan mark-up proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) menjadi sorotan publik.

Mahfud, mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, mempertanyakan kejanggalan biaya proyek yang mencapai triliunan rupiah dan mendesak lembaga antirasuah agar segera bertindak tanpa menunggu laporan.


Isu ini mencuat sejak pertengahan Oktober 2025, ketika Mahfud dalam podcast “Terus Terang” menyinggung selisih biaya mencolok dibanding proyek serupa di luar negeri.

Pernyataannya kemudian mendapat respons resmi dari KPK.

Awal Dugaan: Selisih Biaya Pembangunan Whoosh

Mahfud menyebut bahwa biaya pembangunan per kilometer proyek Whoosh mencapai 52 juta dolar AS, sedangkan proyek serupa di Tiongkok hanya 17–18 juta dolar AS.

Selisih hampir tiga kali lipat itu, menurutnya, tidak bisa diabaikan karena berkaitan langsung dengan keuangan negara.

Ia menilai aparat penegak hukum, termasuk KPK, seharusnya bertindak proaktif menelusuri dugaan penyimpangan.

Respons KPK: Laporan Resmi Diperlukan


KPK melalui pernyataan resminya menegaskan bahwa penyelidikan dimulai berdasarkan laporan atau informasi valid.

Menurut lembaga tersebut, prosedur formal pelaporan diperlukan sebagai dasar hukum administratif agar setiap tindakan penyelidikan memiliki legitimasi kuat.

Namun, pandangan ini mendapat kritik dari Mahfud MD yang menilai bahwa dalam konteks pemberantasan korupsi, inisiatif proaktif jauh lebih penting daripada prosedural administratif.

Respons Mahfud MD di Platform X (Twitter)


Mahfud MD menanggapi permintaan KPK tersebut melalui akun resminya di platform X (Twitter) pada 18 Oktober 2025.

Ia menilai permintaan agar dirinya membuat laporan adalah hal yang “agak aneh”, sebab menurut prinsip hukum pidana, aparat penegak hukum dapat langsung menyelidiki bila ada informasi dugaan tindak pidana yang sudah diketahui publik.

“Agak aneh ini, KPK meminta saya melapor ttg dugaan mark up Whoosh. Di dlm hukum pidana, jika ada informasi ttg dugaan peristiwa pidana mestinya aparat penegak hukum (APH) langsung menyelidiki, bukan minta laporan...,” tulis Mahfud MD dalam unggahan pada 18 Oktober 2025.


Unggahan tersebut menjadi viral dan memunculkan diskusi hukum mengenai peran KPK sebagai lembaga proaktif atau reaktif terhadap laporan publik.

Berikut pernyataan lengkap Mahfud MD di platform X:


 “Agak aneh ini, KPK meminta saya melapor ttg dugaan mark up Whoosh. Di dlm hukum pidana, jika ada informasi ttg dugaan peristiwa pidana mestinya aparat penegak hukum (APH) langsung menyelidiki, bukan minta laporan. Bisa jg memanggil sumber info utk dimintai keterangan.

Laporan hanya diperlukan jika ada peristiwa yg tdk diketahui oleh APH shg perlu ada yg melaporkan, misalnya penemuan mayat. Tapi kalau ada berita ada pembunuhan maka APH hrs langsung bertindak menyelidiki tak perlu menunggu laporan.

Dlm kaitan dgn permintaan agar saya membuat laporan, ini kekeliruan yg kedua dari KPK. Yg berbicara soal kemelut Whoosh itu sumber awalnya bukan saya. Seperti saya sebut di podcast TERUS TERANG yg awalnya menyiarkan itu adl NusantaraTV dlm rubrik ‘Prime Dialog’ edisi 13 Oktober 2025 dgn narsum Agus Pambagyo dan Antony Budiawan.

Semua yg sy sampaikan sumbernya adl NusantaraTV, Antony Budiawan, dan Agus Pambagyo yg disiarkan scr sah dan terbuka. Saya percaya kpd ketiganya maka saya bahas scr terbuka di podcast TERUS TERANG.

Jadi jika memang berminat menyelidiki Whoosh KPK tak usah menunggu laporan dari saya. Panggil saja saya dan saya akan tunjukkan siaran dari Nusantara TV tsb. Setelah itu panggil NusantaraTV, Antoni Budiawan dan Agus Pambagyo untuk menjelaskan. Bukan diperiksa loh, tapi dimintai keterangan.

Tapi aneh jika lembaga sebesar KPK tidak tahu bahwa NusantaraTV sdh menyiarkan masalah tsb. sebelum saya membahas di podcast TERUS TERANG. Terlebih hal itu sdh sy sebutkan juga. Coba lihat lagi🙏”

Landasan Hukum: Kewenangan Proaktif KPK

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK memang memiliki kewenangan proaktif.

Artinya, lembaga tersebut dapat memulai penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan atas prakarsa sendiri, bahkan tanpa laporan dari masyarakat.

Pasal terkait dalam undang-undang tersebut menegaskan bahwa:


“KPK dapat melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan atas prakarsa sendiri, meskipun tidak ada laporan dari masyarakat.”


Dengan demikian, secara normatif tidak ada keharusan bagi siapa pun untuk melapor agar KPK dapat bertindak.

Informasi yang sudah menjadi konsumsi publik, apalagi disiarkan secara terbuka oleh media nasional, seharusnya cukup menjadi dasar bagi KPK untuk memulai penyelidikan pendahuluan.


Inilah yang menjadi dasar argumentasi Mahfud MD — bahwa permintaan KPK agar dirinya membuat laporan formal tidak sejalan dengan kewenangan proaktif yang justru diatur dalam undang-undang lembaga tersebut.

Analisis Hukum: Laporan Masyarakat Bukan Syarat Mutlak

Dalam praktik penegakan hukum, laporan masyarakat hanyalah salah satu jalur masuknya kasus korupsi ke KPK.

UU No. 19 Tahun 2019 memberi ruang bagi KPK untuk bertindak berdasarkan temuan sendiri atau informasi publik, termasuk pemberitaan media massa atau pernyataan tokoh yang kredibel.


Konsep ini dikenal sebagai “inisiatif penyelidikan”, di mana lembaga penegak hukum dapat menggunakan informasi publik sebagai pintu awal verifikasi.

Mahfud MD, sebagai tokoh publik dan mantan pejabat negara, termasuk sumber informasi yang sah secara hukum, sehingga pernyataannya dapat menjadi bahan awal penyelidikan tanpa laporan tertulis.

Dengan demikian, kritik Mahfud MD memiliki dasar hukum kuat — bahwa KPK tidak perlu menunggu laporan untuk mulai memeriksa kejanggalan yang sudah terang benderang di hadapan publik.

Sumber Awal Informasi: Siaran Televisi Nasional


Mahfud MD menegaskan bahwa sumber awal isu ini berasal dari siaran Prime Dialog di salah satu televisi nasional pada 13 Oktober 2025.

Acara tersebut menampilkan pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo dan ekonom Antony Budiawan yang membahas dugaan pembengkakan biaya proyek Whoosh.

Mahfud kemudian mengulasnya dalam podcast “Terus Terang” untuk memperluas diskursus publik.

Reaksi Publik dan Pengamat


Publik terbelah dalam menilai pernyataan Mahfud MD dan respons KPK.

Sebagian mendukung pandangan Mahfud karena sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi yang responsif, sementara sebagian lainnya menilai KPK harus tetap berhati-hati agar tidak salah prosedur.


Pengamat hukum menilai, isu ini memperlihatkan ketegangan klasik antara moralitas hukum dan birokrasi hukum di mana niat baik bisa terhambat oleh mekanisme administratif yang kaku.

Konteks Lebih Luas: Transparansi Proyek Strategis Nasional


Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) merupakan proyek strategis nasional dengan nilai investasi lebih dari Rp113 triliun.

Meski telah beroperasi dan menjadi ikon transportasi modern Indonesia, proyek ini terus mendapat sorotan publik terkait transparansi biaya, efisiensi anggaran, dan pembagian tanggung jawab keuangan negara.

Kritik Mahfud MD bukan sekadar isu politik, tetapi panggilan moral agar pengawasan publik terhadap proyek raksasa negara tidak melemah.


Antara Kewenangan Proaktif KPK dan Seruan Etika Penegakan Hukum


Dari perspektif hukum dan tata kelola pemerintahan, pandangan Mahfud MD memiliki dasar yang sah.

KPK tidak hanya berhak, tetapi juga berkewajiban bertindak proaktif bila ada indikasi korupsi yang sudah menjadi pengetahuan umum.

Pasal dalam UU No. 19 Tahun 2019 menegaskan bahwa lembaga ini dapat menyelidiki atas prakarsa sendiri, tanpa laporan.


Dengan dasar hukum itu, publik kini menunggu langkah nyata KPK — apakah akan menggunakan kewenangan proaktifnya, atau tetap berpegang pada mekanisme laporan formal.

Transparansi dan keberanian lembaga antirasuah akan menentukan arah pemberantasan korupsi di era modern ini.





Catatan 


Artikel ini disusun berdasarkan penelusuran dari sejumlah media nasional kredibel, ditambah pernyataan resmi Mahfud MD di platform X (Twitter) tertanggal 18 Oktober 2025, serta merujuk pada UU No. 19 Tahun 2019 sebagai dasar hukum kewenangan KPK.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Inosentius Samsul: 35 Tahun di DPR Hingga Jadi Hakim Mahkamah Konstitusi

PPPK Paruh Waktu Diangkat Menjadi Penuh Waktu: Desakan DPR dan DPD RI ke Pemerintah untuk Segera Bertindak

Permata Tersembunyi di Manggarai Barat: Menjelajahi Air Terjun Cunca Polo

Cara Cek PKH dan PIP 2025 Lewat HP: Panduan Lengkap, Mudah, dan Resmi

Tenaga Kerja Asal Bajawa Diduga Disiksa di Sebuah Yayasan di Bogor, Dibebaskan NTT Bogor Raya