Rumah Makan Padang – Sepiring Rendang Romantis Thebaldus & Anjany
Bab 6:
Rumah Makan Padang, Sepiring Rendang untuk Berdua
Ruteng sore itu diselimuti kabut tipis. Lampu jalan sudah menyala meski matahari belum sepenuhnya tenggelam. Di sudut kota, ada sebuah rumah makan Padang yang selalu ramai oleh pelanggan. Bau rendang, gulai ayam, dan dendeng balado bercampur menjadi aroma yang membuat siapa saja sulit menolak.
Thebaldus mengajak Anjany ke sana. Tidak ada restoran mewah, tidak ada lilin romantis. Hanya meja kayu sederhana, piring-piring besar di etalase, dan pelayan yang sibuk mondar-mandir. Tapi di sanalah, mereka merasa cukup.
“Jan, kamu mau makan apa?” tanya Thebaldus sambil melirik menu yang sebenarnya sudah hapal.
“Sepiring rendang aja, kita berdua,” jawab Anjany cepat.
“Kenapa nggak pesan dua?”
Anjany tersenyum. “Karena aku mau makan bareng kamu. Satu piring lebih romantis.”
Thebaldus menahan senyum. Hatinya hangat, meski di luar udara dingin menempel erat.
Sepiring rendang pun tiba di meja. Mereka makan berdua, saling menyuapkan nasi, tertawa kecil ketika tangan mereka bersenggolan.
“Kalau orang lain lihat, mungkin mereka bilang kita aneh,” kata Anjany sambil terkekeh.
“Biarin. Yang penting kita bahagia. Lagian, makan satu piring berdua itu kayak cinta: berbagi.”
“Kamu tahu nggak, Baldus? Rendang ini enak, tapi jadi lebih enak karena aku makan sama kamu.”
“Kalau gitu, aku janji bakal selalu makan sama kamu. Mau rendang, mau nasi putih aja, aku tetap mau berdua.”
Anjany menunduk, wajahnya memerah. Ia pura-pura sibuk mengaduk nasi agar Thebaldus tak melihat betapa kata-kata itu membuatnya salah tingkah.
Di luar, kabut makin tebal. Dari balik jendela kaca rumah makan, jalanan terlihat samar. Tapi di meja itu, Thebaldus dan Anjany punya dunianya sendiri. Dunia yang hangat, sederhana, tapi penuh makna.
“Jan, kalau nanti aku punya uang lebih, aku mau ajak kamu ke restoran yang bagus.”
“Aku nggak butuh restoran bagus, Baldus. Aku cuma butuh kamu ada di depanku.”
Thebaldus terdiam. Kata-kata itu sederhana, tapi terasa lebih kuat dari janji manapun.
Sepiring rendang habis. Waktu terus berjalan. Tapi kenangan di meja kayu itu akan bertahan lebih lama dari sekadar rasa kenyang.
Rumah makan Padang di Ruteng menjadi saksi kecil dari cinta besar mereka. Di situlah mereka belajar, bahwa kebahagiaan bukan tentang banyaknya yang dimiliki, melainkan dengan siapa kita berbagi.

Komentar
Posting Komentar