Surat Gembala Natal 2025: Seruan Uskup Labuan Bajo tentang Gereja yang Berjalan Bersama dan Berani Bersuara


LABUAN BAJONatal selalu datang membawa kabar sukacita, namun bagi Uskup Labuan Bajo, Mgr. Maksimus Regus, Natal 2025 adalah lebih dari sekadar perayaan liturgis tahunan. Dalam Surat Gembala Natal Tahun 2025 bertema “Kristus, Kesukaan Besar, Berjalan Bersama Kita” (Luk. 2:10), ia mengajak umat untuk membaca Natal sebagai peristiwa iman yang hidup, yang menyentuh realitas sosial, ekologis, dan kemanusiaan hari ini.

Surat yang ditandatangani di Labuan Bajo pada 18 Desember 2025 itu menjadi refleksi pastoral atas perjalanan Keuskupan Labuan Bajo sepanjang tahun, sekaligus ajakan untuk melangkah ke depan dengan semangat sinodalitas, solidaritas, dan keberanian profetis.

Sejak awal suratnya, Mgr. Maksimus menegaskan bahwa Natal adalah kabar teragung sepanjang sejarah manusia: Allah yang mendekat dan berjalan bersama manusia dalam kerapuhan. Kelahiran Yesus bukan nostalgia iman, melainkan peristiwa ilahi yang selalu baru sumber kesukaan besar dan terang penebusan bagi dunia yang terluka.

Gereja yang Hidup dari Perjumpaan

Pengalaman kunjungan pastoral ke paroki-paroki dan stasi-stasi selama Tahun 2025 menjadi dasar refleksi Uskup Labuan Bajo. Ia mencatat satu pesan yang terus bergema dari perjumpaan-perjumpaan tersebut: umat merindukan Gereja sebagai rumah bersama.

Dalam tatap muka sederhana, percakapan jujur, dan kebersamaan yang apa adanya, tampak bahwa perjumpaan adalah jantung kehidupan Gereja. Setiap perjumpaan sejati, menurut Uskup Maksimus, adalah “Natal yang terus berulang”, karena di sanalah Allah hadir melalui liturgi, sakramen, persaudaraan, dan kepedulian.

Pandangan ini sejalan dengan ajakan Paus Fransiskus tentang budaya perjumpaan dan spiritualitas berjalan bersama, di mana Gereja tidak berdiri di atas umat, melainkan hadir di tengah-tengah mereka.

Baca Juga: 

Felix Edon dan AKI 2025: Kesetiaan Berkesenian yang Menghidupkan Budaya Manggarai

Meneguhkan Arah Gereja Sinodal

Surat Gembala Natal 2025 menegaskan kembali visi Keuskupan Labuan Bajo sebagai Gereja yang sinodal, solid, dan solider. Sinodalitas dipahami sebagai cara hidup Gereja: berjalan bersama sebagai umat Allah, saling mendengarkan, serta memberi ruang bagi suara mereka yang kecil, lemah, dan kerap terpinggirkan.

Dalam konteks lokal, Uskup Maksimus menyoroti kekayaan budaya Manggarai yang menjunjung tinggi musyawarah, solidaritas kampung, serta pandangan holistik tentang tanah dan alam sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan bersama. Nilai-nilai ini dinilai selaras dengan semangat Gereja sinodal dan menjadi fondasi kuat bagi Gereja yang sehati, kompak, dan setia kawan.

Dari sinilah tumbuh komitmen untuk merawat bumi sebagai rumah bersama, sebuah panggilan iman yang tak terpisahkan dari tanggung jawab sosial umat beriman.

Iman, Kasih, dan Tata Kelola Gereja

Dalam refleksi pastoralnya, Uskup Labuan Bajo juga menyoroti Tahun 2025 sebagai Tahun Pastoral Tata Kelola Partisipatif. Bagi keuskupan yang masih muda, tata kelola yang baik dipandang sebagai fondasi penting bagi keberlanjutan pelayanan Gereja.

Ia menegaskan bahwa tata kelola bukan sekadar urusan administratif, tetapi ungkapan tanggung jawab moral dalam pengelolaan aset, sumber daya manusia, dan pelayanan pastoral. Transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi umat menjadi bagian dari kesaksian iman yang bekerja melalui kasih.

Tanda-tanda yang menggembirakan pun terlihat sepanjang tahun: meningkatnya partisipasi umat, pembangunan kapela dan gereja, kesetiaan dalam karya pastoral, serta pelayanan karitatif yang tulus. Semua ini, menurut Uskup Maksimus, adalah buah iman yang dibimbing oleh Roh Kudus.

Membaca Tanda Zaman dengan Keberanian Profetis

Bagian penting dari Surat Gembala Natal 2025 adalah seruan untuk membaca tanda-tanda zaman secara kritis. Dalam konteks Labuan Bajo dan wilayah sekitarnya, Uskup Maksimus menyoroti sejumlah persoalan mendesak: eksploitasi sumber daya alam, termasuk energi geothermal yang mengabaikan martabat manusia dan keutuhan ciptaan; perdagangan manusia dalam lanskap pariwisata; serta ancaman privatisasi ruang publik dan ekologi.

Ia menegaskan bahwa Gereja tidak boleh diam menghadapi realitas tersebut. Iman Kristiani selalu memiliki dimensi sosial dan menuntut keberanian profetis. Pariwisata, menurutnya, harus bertumpu pada keberlanjutan dan keadilan sosial, bukan semata pada kepentingan ekonomi dan akumulasi modal.

Gereja Ramah Anak dan Mereka yang Rapuh

Natal juga membawa perhatian khusus pada anak-anak, keluarga, dan mereka yang hidup dalam kerapuhan. Uskup Maksimus mengisahkan ungkapan sederhana seorang anak Sekami yang merindukan orang tuanya lebih sering mengajaknya ke Gereja. Bagi Uskup, kisah kecil ini menyimpan pesan besar tentang peran keluarga sebagai Gereja rumah tangga dan tempat pertama pendidikan iman.

Komitmen Keuskupan Labuan Bajo sebagai Gereja Ramah Anak ditegaskan sejalan dengan ajakan Gereja Indonesia untuk melindungi dan mendampingi generasi muda. Natal, lanjutnya, adalah saat untuk mendekat kepada mereka yang sakit, berduka, miskin, dan tersingkir, sebab di sanalah cahaya Kristus bersinar paling terang.

Harapan Menuju Tahun Persekutuan Sinergis

Menutup Surat Gembala Natal 2025, Mgr. Maksimus Regus mengajak seluruh umat, imam, dan biarawan-biarawati untuk terus membangun budaya berjalan bersama, merawat kekompakan iman, dan menghidupkan kesetiakawanan sosial.

Ia juga mengajak para pengambil kebijakan, pelaku usaha, dan pemilik modal untuk menjunjung etika ekologis demi generasi mendatang. Dengan rendah hati, Uskup Labuan Bajo menyampaikan terima kasih atas kepercayaan dan kerja kolaboratif sepanjang Tahun 2025, sekaligus memohon maaf atas setiap luka yang mungkin terjadi dalam pelayanan Gereja.

Natal 2025, menurutnya, adalah momentum untuk kembali disapa oleh Allah yang mempersatukan dan mengutus umat-Nya membawa pengharapan. Ia berharap Keuskupan Labuan Bajo melangkah ke Tahun 2026 sebagai Tahun Persekutuan Sinergis, dengan Kristus kesukaan besar itu yang terus berjalan bersama umat-Nya.



---


Jika Anda ingin, saya bisa langsung:


menyesuaikan headline agar lebih tajam untuk media nasional,


memotongnya menjadi versi 4.000 karakter Facebook Pro, atau


menyiapkan judul foto + kutipan 250 karakter.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Inosentius Samsul: 35 Tahun di DPR Hingga Jadi Hakim Mahkamah Konstitusi

PPPK Paruh Waktu Diangkat Menjadi Penuh Waktu: Desakan DPR dan DPD RI ke Pemerintah untuk Segera Bertindak

Cara Cek PKH dan PIP 2025 Lewat HP: Panduan Lengkap, Mudah, dan Resmi

Permata Tersembunyi di Manggarai Barat: Menjelajahi Air Terjun Cunca Polo

Bangga! Uskup Paskalis Bruno Syukur OFM Terpilih Jadi Anggota Penting Dikasteri Hidup Bakti Hingga 2029