Gebrakan Purbaya Yudhi Sadewa: Menkeu Baru dengan Langkah Cepat dan Berani Menggerakkan Ekonomi Nasional
Ketika Presiden menunjuk Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan Republik Indonesia pada September 2025, banyak pihak menaruh harapan sekaligus tanda tanya besar. Sosok yang dikenal sebagai ekonom berkarakter tegas dan analitis ini datang menggantikan Sri Mulyani Indrawati, figur legendaris dalam pengelolaan fiskal Indonesia. Namun sejak hari pertama menjabat, Purbaya langsung menunjukkan bahwa ia bukan sekadar penerus, melainkan pembawa arah baru kebijakan keuangan negara.
Dalam waktu singkat, sederet langkah berani diambil. Mulai dari pemindahan dana besar ke perbankan nasional, pengawasan ketat penyerapan anggaran, hingga percepatan program ekonomi daerah. Gaya komunikasinya yang lugas, bahkan kadang kontroversial, menjadi warna tersendiri di Kementerian Keuangan. Namun di balik itu, ada visi besar yang ia bawa: menjadikan kebijakan fiskal sebagai penggerak ekonomi rakyat, bukan sekadar penjaga defisit.
Langkah Awal yang Mengejutkan
Gebrakan pertama Purbaya muncul hanya beberapa hari setelah pelantikannya. Ia memutuskan memindahkan dana pemerintah senilai Rp200 triliun dari rekening Bank Indonesia ke sejumlah bank milik negara. Kebijakan ini mengejutkan banyak kalangan, karena belum pernah dilakukan dalam skala sebesar itu.
Tujuannya, menurut Purbaya, bukan semata memperbanyak uang di sistem perbankan, tetapi untuk mendorong kredit produktif bagi sektor usaha kecil, manufaktur, dan pertanian.
“Dana itu bukan untuk parkir, tetapi untuk berputar. Kita ingin uang negara kembali ke masyarakat dan menciptakan aktivitas ekonomi riil,” ujarnya dalam salah satu konferensi pers di awal masa jabatannya.
Langkah ini memang berani, namun di saat yang sama menimbulkan perdebatan. Sebagian ekonom menilai kebijakan itu berpotensi memicu inflasi jika tidak dikendalikan dengan hati-hati. Namun di sisi lain, pelaku usaha menilai langkah itu sebagai sinyal positif bahwa pemerintah serius memacu likuiditas dan investasi.
Menertibkan Dana Mengendap di Daerah
Gebrakan berikutnya tak kalah kontroversial. Purbaya mengumumkan rencana menarik kembali dana pemerintah daerah yang mengendap di bank, jumlahnya mencapai lebih dari Rp230 triliun. Menurutnya, dana tersebut seharusnya digunakan untuk pembangunan dan pelayanan publik, bukan dibiarkan menganggur.
“Tidak ada gunanya uang daerah tidur di bank. Masyarakat di daerah butuh jalan, jembatan, air bersih, dan fasilitas publik. Dana itu harus bekerja untuk rakyat,” tegasnya.
Kebijakan ini disambut positif oleh sebagian kepala daerah yang memang kesulitan mengeksekusi anggaran karena proses birokrasi. Namun ada pula yang menilai langkah itu terlalu tergesa-gesa. Meski demikian, niat Purbaya jelas: menggerakkan ekonomi dari bawah, memastikan dana publik benar-benar kembali kepada publik.
Baca Juga:
Fokus pada Percepatan Belanja Negara
Salah satu kritik utama terhadap kebijakan fiskal Indonesia selama ini adalah rendahnya penyerapan anggaran pada semester pertama setiap tahun. Purbaya menilai persoalan ini bukan sekadar teknis, tetapi juga mindset birokrasi. Ia menegaskan bahwa setiap rupiah dalam APBN harus memiliki dampak nyata bagi rakyat.
“Setiap kementerian dan lembaga harus punya target output yang jelas. Kalau tidak bisa eksekusi, anggarannya akan kami evaluasi,” kata Purbaya dalam rapat dengan Komisi XI DPR.
Dalam beberapa pekan pertama, Kemenkeu di bawah arahannya mulai menggelar audit internal terhadap penyerapan anggaran di beberapa kementerian. Tujuannya sederhana namun krusial: memastikan uang negara tidak hanya terserap di atas kertas, tetapi menghasilkan nilai tambah ekonomi.
Menjaga Disiplin Fiskal di Tengah Dorongan Stimulus
Meski dikenal berani mengambil risiko, Purbaya tetap menegaskan pentingnya disiplin fiskal. Ia menolak pandangan bahwa kebijakan ekspansif harus diikuti dengan pemborosan. Menurutnya, yang dibutuhkan Indonesia saat ini bukanlah memperbesar utang, tetapi mengoptimalkan yang sudah ada.
“Defisit bukan musuh, tapi harus dijaga. Kita perlu stimulus, tapi juga harus memastikan belanja negara tetap efisien dan tepat sasaran,” ujarnya dalam sebuah forum ekonomi nasional.
Kebijakan fiskal di bawah kepemimpinannya diarahkan untuk memperkuat sustainability jangka panjang. Fokus utama adalah memperluas basis pajak, menekan kebocoran penerimaan, dan mempercepat digitalisasi sistem perpajakan. Ia juga menegaskan bahwa wajib pajak yang sudah patuh tidak akan diganggu, melainkan diberi insentif agar tetap berkontribusi secara berkelanjutan.
Gaya Komunikasi yang Blak-blakan
Selain kebijakan, gaya komunikasi Purbaya juga menjadi perhatian publik. Ia dikenal lugas, tanpa basa-basi, bahkan terkadang menimbulkan polemik. Namun dalam banyak kesempatan, gaya tersebut justru mencerminkan kejujuran dan keseriusan dalam mengelola fiskal negara.
Beberapa pernyataannya di awal masa jabatan sempat menuai kontroversi, namun ia tak segan meminta maaf dan meluruskan maksudnya. Bagi sebagian masyarakat, hal ini menjadi angin segar seorang pejabat publik yang tidak alergi terhadap kritik dan siap bertanggung jawab atas ucapannya.
Tidak Merombak, Tetapi Memperbaiki
Berbeda dengan ekspektasi sebagian pihak, Purbaya tidak serta-merta menghapus kebijakan pendahulunya. Ia memilih strategi reformasi bertahap dengan prinsip kontinuitas. Misalnya, reformasi pajak yang sudah dimulai sejak era Sri Mulyani tetap dilanjutkan, hanya disesuaikan dengan kondisi terkini. Begitu pula dengan kebijakan subsidi dan defisit anggaran.
“Yang sudah baik kita lanjutkan, yang perlu diperbaiki akan kita sesuaikan. Tidak semua hal harus dimulai dari nol,” katanya dalam wawancara dengan media ekonomi nasional.
Pendekatan ini dinilai realistis oleh banyak analis. Dengan begitu, Purbaya bisa menjaga stabilitas ekonomi sekaligus memperkenalkan pembaruan kebijakan secara lebih terukur.
Target Pertumbuhan 6 Persen dan Optimisme Ekonomi
Purbaya menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,5 hingga 6 persen pada akhir 2025. Ia percaya bahwa target tersebut bisa dicapai dengan kombinasi antara stabilitas fiskal, investasi sektor riil, dan dukungan konsumsi domestik.
Untuk mendorong hal itu, Kemenkeu bekerja sama dengan Bank Indonesia, OJK, dan lembaga perbankan nasional agar penyaluran kredit lebih berpihak pada pelaku UMKM dan industri padat karya. Selain itu, ia juga mengajak sektor swasta berpartisipasi aktif melalui skema public private partnership (PPP) untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur strategis.
Respons Pasar dan Tantangan ke Depan
Kehadiran Purbaya di kursi Menteri Keuangan memunculkan reaksi beragam di pasar keuangan. Sebagian investor menilai kebijakan awalnya agresif, namun memberi sinyal positif terhadap pertumbuhan. Indeks saham sempat mengalami fluktuasi, namun mulai stabil setelah Kemenkeu memastikan kebijakan fiskal tetap terkendali.
Tantangan terbesar yang dihadapi Purbaya adalah menjaga kepercayaan pasar internasional dan rating utang negara, di tengah kebutuhan pembiayaan yang tinggi. Ia juga harus memastikan bahwa peningkatan belanja publik tidak menekan nilai tukar rupiah atau memicu lonjakan inflasi.
Selain faktor eksternal, Purbaya menghadapi tantangan internal: birokrasi yang lambat, resistensi terhadap perubahan, dan kebutuhan reformasi sistem penganggaran yang lebih transparan.
Pandangan Para Pengamat
Sejumlah ekonom menilai gebrakan Purbaya sebagai upaya mengembalikan fungsi fiskal sebagai motor ekonomi, bukan sekadar alat pengendalian defisit.
Analis dari lembaga riset internasional mencatat bahwa pendekatan pragmatis Purbaya mengombinasikan stimulus dan disiplin fiskal bisa menjadi model baru pengelolaan keuangan publik di kawasan Asia Tenggara.
Namun, sebagian pengamat juga mengingatkan bahwa efektivitas kebijakan Purbaya bergantung pada koordinasi lintas sektor. Tanpa dukungan kementerian teknis dan pemerintah daerah, banyak kebijakan besar bisa berhenti di atas kertas.
Warisan dan Harapan ke Depan
Di luar pro dan kontra, langkah-langkah Purbaya telah mengubah wajah Kementerian Keuangan dalam waktu singkat. Ia membawa semangat efisiensi, keterbukaan, dan kecepatan. Gaya komunikasinya yang transparan memberi warna baru dalam kebijakan fiskal Indonesia.
Jika kebijakan yang telah dijalankan mampu mempertahankan keseimbangan antara pertumbuhan dan stabilitas, Purbaya bisa meninggalkan warisan penting: menjadikan APBN bukan sekadar dokumen anggaran, tetapi instrumen pembangunan yang benar-benar bekerja untuk rakyat.
Harapan publik kini tertuju padanya apakah gebrakan berani ini mampu menuntun Indonesia menuju ekonomi yang lebih kuat, inklusif, dan berdaya saing di tengah tantangan global.
Purbaya Yudhi Sadewa telah menandai masa jabatannya dengan langkah-langkah cepat dan penuh keyakinan. Dari kebijakan likuiditas besar-besaran hingga optimalisasi anggaran daerah, semua diarahkan untuk satu tujuan: menggerakkan ekonomi nasional secara nyata.
Meski diwarnai kontroversi, strategi ini menunjukkan tekad kuat untuk menjadikan kebijakan fiskal sebagai instrumen pertumbuhan, bukan sekadar penjaga neraca.
Dalam konteks ekonomi global yang penuh ketidakpastian, Indonesia membutuhkan sosok yang berani dan responsif. Purbaya mencoba memainkan peran itu — sebagai jembatan antara kebijakan teknokrat dan kebutuhan rakyat banyak.
Jika keberaniannya diimbangi dengan kehati-hatian fiskal dan konsistensi kebijakan, gebrakan Purbaya bisa menjadi momentum penting menuju transformasi ekonomi Indonesia yang lebih adil dan berkelanjutan.
Komentar
Posting Komentar